Lagi-lagi tentang sholat. Sholat mendapatkan perhatian di sekolah karena anak-anak kelas 1-6 sholat berjama’ah di sekolah. Untuk siswa kelas I-IV, sholatnya di kelas. Yang kelas V-VI di masjid. Kelas II yang merupakan peralihan dari kelas I sehingga tingkah anak-anak kelas I sangat jelas terlihat di keseharian mereka. Ada yang langsung menangis karena disenggol sedikit oleh temannya, ada yang masih naik loker (kalau tidak disuruh turun, tuh kerumunan anak bisa terjatuh), ada yang masih belum lancar membaca dan menulis, masih ada yang pipis (meski si anak ngomong akhirnya), masih ada yang meletakkan sandal bukan di rak (meski sudah diberi tahu berkali-kali), masih ada anak yang membuka jilbabnya sedang anak laki-laki ada (sudah diberi tahu, tapi seringnya mereka lupa), masih ada yang berbicara di saat sholat berjama’ah Zuhur.
Masalah yang terakhir itu adalah masalah yang butuh ekstra ‘ngomel’ tiap hari. Ketika melihat beberapa anak berbicara di saat sebelum sholat, ketika sholat, atau setelah sholat (dzikir), rasanya kesal sekali. Pernah aku teriak,” Astaghfirullahal adziim…bla…bla..bla…bla…!” Semua anak terdiam. Aku jarang berkata keras dengan suara yang tinggi dan bernada marah.
“Oke, Bunda tunggu sampai semuanya siap untuk sholat !” Yang lain langsung melihat sekeliling dan ada beberapa anak yang meletakkan telunjuknya di bibir untuk menandakan semuanya harus dia. Alhamdulillah semuanya diam. Sholat pun dimulai. Ketika sholat, beberapa anak asyik bercerita, aku tegur. Jika dengan teguran yang diberikan pada mereka berhasil, mereka selamat dari ‘mengulangi sholat’.
Tadi, patnerku memberikan wejangan kepada anak-anak.
Guru :” Sholat itu untuk siapa ? “
Anak-anak :” Allah”
Guru :” Kalau untuk Allah berikan yang terbaik. Bukannya main-main, ngobrol. Emang Allah nggak melihat kita ?”
Anak-anak :” Lihat.”
Guru :” Apakah malaikat di sebelah kanan-kiri kita tidak mencatat semua perilaku kalian ?”
Tiba-tiba seorang anak menyeletuk.
Anak 1 :” Mana, Bun ? Nggak ada.” (sambil melirik ke kanan-kiri)
Aku yang mendengarnya langsung tersenyum Patnerku pun menasihati bahwa yang kita lakukan itu membawa kebaikan atau keburukan untuk orang tua. Bila yang kita perbuat adalah keburukan, orang tua sebagai pengemban amanah akan terkena akibatnya begitu pun sebaliknya jika yang dilakukan itu adalah perbuatan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan pendapatmu disini ya ^^