BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbahasa merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia dengan manusia yang lain. Kegiatan berbahasa ini bisa berupa tulisan dan ucapan. Dengan berbahasa yang baik, kita dapat menyampaikan sesuatu kepada orang lain dan orang lain akan mengerti pada apa yang kita sampaikan.
Bahasa merupakan objek linguistik, yang terdiri atas tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Pada keempat tataran berbahasa itu, kita seringkali mengalami kesalahan ucap atau salah dengar. Kesalahan itu terkadang berasal dari kesalahan yang tidak kita sadari, yaitu diperoleh dari bahasa pertama. Ada juga kesalahan yang kita pelajari dari pemerolehan bahasa kedua, yaitu ketika terjadi proses pembelajaran, termasuk dalam berbahasa Indonesia.
Pemerolehan bahasa dapat diartikan sebagai periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosakata baru. Pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit antar aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial.
Kesalahan berbahasa merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bahasa orang dewasa (dalam Tarigan, 1988: 141). Kesalahan berbahasa ini dapat dilakukan oleh siapa saja.
1.2 Masalah
Adapun yang menjadi pembahasan penulis di dalam makalah ini adalah penulis akan membahas tentang cara mengoreksi dan model analisis kesalahan berbahasa Indonesia pada siswa kelas IV SDIT Al Furqon Palembang.
1.3 Tujuan
Adapun penulisan makalah ini adalah agar kita tahu cara mengoreksi dan model analisis kesalahan berbahasa Indonesia dan sebagai salah satu tugas akhir dalam perkuliahan pemerolehan bahasa pada Universitas PGRI Palembang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa anak-anak tidak serta merta terjadi, Slobin (dalam Iskandarwassid,2009:84) mengemukakan bahwa setiap pendekatan modern terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula oleh anak, memanfaatkan kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka ragam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman fisik dan sosial.
Kesalahan berbahasa merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bahasa orang dewasa (dalam Tarigan, 1988: 141). Kesalahan berbahasa ini dapat dilakukan oleh siapa saja.
Menurut Tarigan (dalam Tarigan, 1988: 87), kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa.
Senada dengan Tarigan, Chomsky (dalam Chaer, 2009: 168), kompetensi berbahasa ini mencakup tiga buah komponen tata bahasa, yaitu komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen fonologi ke dalam pemerolehan sintaksis dan semantik termasuk juga pemerolehan leksikon atau kosakata.
2.2 Klasifikasi/ Taksonomi Kesalahan Berbahasa
Ada empat klasifikasi kesalahan dalam berbahasa menurut Tarigan (dalam Tarigan, 1988: 145), yaitu ;
a. Taksonomi ketegori linguistik, yaitu kesalahan yang berhubungan dengan fonologis, morfologis, sintaksis, dan leksikal (pilihan kata).
b. Taksonomi siasat permukaan, yaitu penghilangan/ penambahan kata-kata dalam ucapan, salah formasi dan salah susun.
c. Taksonomi komparatif, terdiri dari kesalahan perkembangan, antarbahasa, kesalahan taksa (kesalahan perkembangan), dan kesalahan lain.
2.3 Jenis Kesalahan Kategori Linguistik
Ada pun yang menjadi pokok pembahasan kali ini adalah beberapa kesalahan yang termasuk kategori linguistik, yaitu kesalahan penggunaan ejaan (tanda baca, kata dasar, kata turunan, gabungan kata, bentuk ulang, kata ganti, kata depan, partikel, singkatan dan akronim, penulisan angka dan lambang bilangan, huruf kapital).
2.3.1 Daerah Kesalahan Fonologi
Kesalahan fonologi berhubungan dengan penglafalan dan penulisan bunyi bahasa. Dalam bahasa Indonesia hanya dikenal /s/ dan /sy/, dan shad. Berdasarkan kenyataan itu, sering orang mengatakan :
insyaf seharusnya insaf
syah seharusnya sah
syurga seharusnya syurga
Fonem /z/ dilafalkan /j/, misalnya kata zat, dilafalkan jat, kata zaman, dilafalkan jaman. Seorang guru pasti menyuruh muridnya, apakah sifatnya terikat dan bebas. Kemudian guru memeriksa tulisan-tulisan itu, tentu ia menemukan kesalahan. Kesalahan itu berhubungan dengan :
- Penulisan huruf besar, huruf kecil
- Penulisan kata depan
- Penggunaan tanda baca
Pemisahan suku kata, lebih-lebih pemisahan suku kata di margin kanan.
Contoh :
Sementara itu Menteri Sekretaris Negara Soedharmono SH, dalam kesempatan terpisah menyatakan kehidupan politik tidak hanya berisi kritik dan keluhan saja, tetapi juga memuat dukungan dan persetujuan.
Penulisan contoh di atas memperlihatkan kesalahan :
- Penulisan kata sementara yang seharusnya Sementara.
- SH seharusnya ditulis S.H.
- Kata persetujuan seharusnya persetujuan.
2.3.2 Daerah Kesalahan Morfologi
Kesalahan pada bidang morfologi berhubungan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan menyangkut derivasi, diksi, kontaminasi, dan pleonasme. Ini semua berhubungan pula dengan kosakata. Pada waktu guru menyuruh si terdidik memberikan contoh kata yang mendapatkan imbuhan –el-, -em-, dan –er-, si terdidik memberikan contoh :
Gelas, karena dapat dipisahkan menjadi gas + el- menjadi gelas ;
Pemisah, karena dapat diuraikan menjadi pisah + -em- menghasilkan pemisah ;
Beras, karena dapat diuraikan menjadi bas + -er- menghasilkan kata beras.
Si terdidik lain disuruh membuat derivasi morfem dasar ajar. Ia menjawab dipelajarkan yang dibuktikannya dengan contoh‚ Di sekolah kami dipelajarkan beberapa kepandaian wanita’. Mengapa muncul kata dipelajarkan, dan bukan dipelajari atau diajarkan? Hal ini berhubungan dengan kesalahan kontaminasi. Kata dipelajarkan sebenarnya datang dari kata diajarkan dan dipelajari. Kata dipelajari dan diajarkan kemudian dirancukan menjadi dipelajarkan. Jelas salah. Kata rancu yang lain, misalnya berulangkali dan seringkali yang dirancukan dari kata berulang-ulang dan berkali-kali, dan kata sering+ berkali-kali.
Adapula kesalahan yang berhubungan dengan gejala pleonasme, contoh;
1. Pada zaman dahulu kala orang tinggal di hutan.
Seharusnya, pada zaman dahulu...., atau dahulu,....atau dahulu kala....
2. para guru-guru, yang seharusnya para guru atau guru-guru.
3. Kaum ibu sekalian, seharusnya kaum ibu, ibu sekalian, atau ibu-ibu.
Kesalahan berbahasa berhubungan pula dengan kecermatan berbahasa. Kecermatan berbahasa berhubungan dengan pemilihan kata dan penggunaan kata. Kadang-kadang pembicara atau penulis telah banyak menggunakan kata yang sebenarnya tidak perlu.
2.3.3 Daerah Kesalahan Sintaksis
Kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan dengan kesalahan pada daerah morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata. Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan misalnya (i) kalimat yang berstruktur tidak baku, (ii) kalimat yang ambingu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (iv) diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat, (v) kontaminasi kalimat, (vi) koherensi, (vii) kalimat mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan (ix) logika kalimat.
2.3.4 Daerah Kesalahan Semantik
Kesalahan ini berhubungan dengan pemahaman makna kata dan ketepatan pemakaian kata itu dalam bertutur. Misalnya, kata acuh bermakna peduli, mengindahkan. Dalam kehidupan sehari-hari orang berkata,“ Memang, saya melihatnya tetapi saya acuh.“ Maksud pembicara tidak dipedulikan, tetapi kata acuh sendiri bermakna peduli. Disini terjadi kesalahan pemakaian kata acuh karena makna kata itu tidak dipahami betul.
Dalam melihat suatu kesalahan dalam berbahasa, kita dapat melakukan prosedur analisis kesalahan. Corder (dalam Pateda, 1989: 114) mengemukakan tiga tahapan menganalisis kesalahan, yaitu pengenalan (berusaha jangan salah tafsir), pemerian (perbandingan, ada data yang salah dengan data yang seharusnya atau data yang benar), dan penjelasan (menjelaskan penyebab kesalahan).
Perhatikan tulisan seorang siswa kelas IV SDIT Al Furqon Palembang di bawah ini;
Judul : Ketika Aku ikut Lomba
“ Ketika Aku ikut lomba tilawah pada rabu lalu dan spelling hari ini tidak membuahkan hasil Pasalnya aku belum mempersiapkan diri karena belum mempersiapkan diri jadi aku kalah di setiap perlombaan contohnya tilawah Aku kalah karena sekolah lain itu sudah lama mempersiapkan diri tetapi tidak apa-apa yang penting ada pengalaman untuk sekolah Aku juga sering mengisi acara walaupun harus menang (menanggung malu) tapi tidak apa-apa.”
Di atas adalah tulisan seorang siswa kelas IV SDIT Al Furqon Palembang. Banyak kesalahan yang dilakukan pada penulisan karangan sederhana itu, misalnya dari segi tanda baca (huruf besar/ kecil) dan penyusunan kalimatnya.
Perbaikan untuk karangan sederhana anak itu sebagai berikut ;
Ketika Aku Ikut Lomba
“ Ketika aku ikut lomba tilawah pada Rabu lalu dan spelling hari ini tidak membuahkan hasil karena aku belum mempersiapkan diri. Karena hal itulah, aku kalah di setiap perlombaan, contohnya tilawah. Aku kalah karena sekolah lain itu sudah lama mempersiapkan diri. Tidak apa-apa yang penting ada pengalamanku. Aku juga sering mengisi acara walaupun harus menang (menanggung malu), tetapi tidak apa-apa.”
Ada faktor bahasa ibu yang mempengaruhi tulisan itu, seperti kata kayak mana. Kata seperti itu bisa anak-anak dengar dari lingkungan sekitarnya, namun disusun dengan tidak tepat sehingga ada kejanggalan ketika mendengarkannya.
Tarigan (1988:14), perkembangan pemerolehan bahasa dibagi atas 3 bagian, yaitu perkembangan prasekolah, ujar kombinatori, dan perkembangan masa sekolah. Pada masa sekolah, perkembangan ini meliputi perkembangan struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaran metalinguistik (pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai sandi atau kode formal).
Dilihat dari tulisan anak tersebut, ada beberapa kesalahan yang meliputi kesalahan berbahasa, yaitu kesalahan dalam segi morfologi. Penggunaan tanda baca yang belum dipahami adalah kesalahan yang berasal dari bahasa pertama. Pada saat pemerolehan bahasa kedua, yaitu masa belajar, penekanan pada tanda baca tidak diperhatikan sehingga sampai kelas IV, anak masih belum memahami tanda baca titik dan koma. Kesalahan ini terjadi karena pengaruh bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua, juga dapat diamati dari apa yang kemudian terkenal dengan istilah bahasa antara atau interlanguage.
Teori yang membahas tentang proses pemerolehan bahasa, yaitu teori mekanis, yang menyakini bahwa yang dilakukan oleh anak dalam meniru merupakan proses belajar yang paling utama dalam mempelajari berbagai kemampuan, termasuk kemampuan berbahasa. Dengan menirukan ucapan yang didengar sebagai rangsangan, kemudian mendapatkan penguatan dan memberikan respons dengan benar secara berulang-ulang anak akan mampu berbahasa tepat sama dengan contoh yang diberikan oleh orang dewasa.
Ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa bahasa adalah hasil perilaku stimulus-respon. Setiap perilaku di dalam bahasa adalah akibat dari stimulus. Dengan demikian, apabila peserta didik ingin memperoduksi ujaran, ia harus memperbanyak penerimaan stimulus.
Pemerolehan bahasa kedua sedikit banyak dipengaruhi oleh bahasa yang telah dikuasai sebelumnya oleh peserta didik. Pengajaran bahasa kedua di Indonesia secara formal ketika anak memasuki pendidikan dasar, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah pada usia sekitar 13 tahun untuk bahasa asing, atau di daerah perkotaan dimulai pada usia 6-8 tahun.
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau memampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar. Penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua jenis proses kompetensi ini apabila telah dikuasai kanak-kanak akan menjadi kemampuan linguistik kanak-kanak itu. Jadi, kemampuan linguistik terdiri dari kemampuan memahami dan kemampuan menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistik generatif disebut perlakuan, atau pelaksanaan bahasa, atau performansi.
Sejalan dengan teori Chomsky, kompetensi ini mencakup tiga buah komponen tata bahasa, yaitu komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen fonologi ke dalam pemerolehan sintaksis dan semantik termasuk juga pemerolehan leksikon atau kosakata.
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respons). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
Adapun cara untuk mengoreksi kesalahan berbahasa Indonesia adalah dengan melihat kemampuan berbahasa anak-anak, yaitu morfologinya, sintaksisnya, fonologinya, dan leksikal. Seberapa banyak kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak dalam berbahasa merupakan hasil pemerolehannya pada bahasa kedua.
BAB III
KESIMPULAN
Kesalahan yang terjadi pada masa anak-anak bisa dilihat dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Kesalahan berbahasa ini merupakan manifestasi dari pemerolehan bahasa pertama anak, yaitu bahasa ibunya. Peniruan pada masa kanak-kanak dalam berbahasa akan mengakibatkan kesalahan berbahasa, yang selanjutnya jika tidak dibenarkan, maka pada pemerolehan bahasa selanjutnya akan terus terjadi kesalahan berbahasa.
Menurut Tarigan (1988: 87), kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Chomsky (dalam Chaer.2009: 168), kompetensi berbahasa ini mencakup tiga buah komponen tata bahasa, yaitu komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen fonologi ke dalam pemerolehan sintaksis dan semantik termasuk juga pemerolehan leksikon atau kosakata.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta : Rineka Cipta.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Refika
Aditama.
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Flores: Nusa Indah.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
ANALISIS SEMIOTIK PUISI KUSANGKA KARYA AMIR HAMZAH
Tugas
Diajukan Sebagai Tugas Akhir pada Mata Kuliah Kajian Sastra
Oleh :
Meliana Aryuni
PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA
PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI
PALEMBANG
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan pendapatmu disini ya ^^