Saya tertarik mengulas profil seorang peraih Apresiasi SIA Astra 2021 di bidang kesehatan ini, yaitu bapak Fahri Putranda. Alasannya sederhana karena beliau tinggal di pulau yang sama dan daerah yang dekat dengan tempat tinggal saya. Saya sebagai warga Sumatera Selatan merasa bangga bahwa ada juga orang yang berkontribusi positif bagi daerahnya di kancah nasional.
Sebuah Pengabdian Yang Hakiki
Jln. Pekik Nyaring Desa Sidorahayu, Kecamatan Plakat Tinggi, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah tempat pengabdian drh. Fahri Putranda sejak 2015 yang lalu. Beliau yang berdarah Aceh ini harus memberikan ilmu yang dimiliki untuk membantu warga di sekitar.
Meskipun drh. Fahri memiliki kebudayaan yang berbeda dari penduduk setempat, beliau harus beradaptasi dengan warga transmigrasi yang berasal dari Jawa. Banyak hal yang diperoleh oleh drh. Fahri saat berada di sana, termasuk mempelajari bahasa penduduknya.
Pengabdian drh. Fahri inilah yang mengantarkan beliau dalam mendapatkan apresiasi dari Astra 2021. Beliau memperkenalkan kegiatan yang dilakukannya sebagai dokter hewan dalam bingkai Farvisa Vet. Terdengar asing, bukan? Lalu, apa sih Farvisa Vet itu?
Mengenal Lebih Dekat Farvisa Vet
Pemberian nama kegiatan yang unik inilah menjadi alasan lain yang membuat saya tertarik untuk mendalaminya. Akhirnya, selama tiga hari, yaitu dari tanggal 24-26 September 2023 saya mewawancarai beliau di tengah kesibukan sebagai dokter hewan. Alhamdulillah, dari wawancara tersebut banyak hal positif yang bisa saya pelajari.
Ternyata Farvisa itu adalah singkatan dari dua nama, Fahri (Far) dan istrinya Vitasari (Visa), sedangkan vet itu singkatan dari veteriner alias dokter hewan. Istrinya Vitasari yang merupakan penyuluh pertanian memiliki andil dalam kegiatan yang dilakukan oleh drh. Fahri. Wah, seru banget, ya! Suami-istri memiliki tugas yang bisa dilakukan bersama-sama.
Farvisa vet ini adalah pemberian vaksinasi gratis terhadap hewan ternak atau peliharaan. Vaksin-vaksin ini diperoleh dari dinas dan diberikan gratis untuk masyarakat. Namun, minimnya pengetahuan penduduk tentang vaksin meskipun sudah digratiskan tetap saja menjadi kendala bagi drh. Fahri dalam menghadapi penduduk setempat. Usaha drh. Fahri inilah yang mendasari Astra memberikan apresiasi SIA 2021 kepadanya.
Dalam wawancara, drh. Fahri mengatakan bahwa dia diberi kuota vaksin untuk 250-400 ekor hewan peliharaan. Banyak atau sedikitnya kucing/anjing yang ada di sana, maka vaksin akan tetap diberikan. Dalam pemberian vaksin ini, tak jarang drh. Fahri mengalami banyak kendala.
Kendala Dalam Pengabdian drh. Fahri
Dalam pengabdiannya pada tugas yang diberikan kepadanya, banyak sekali kendala yang dihadapi oleh drh. Fahri. Kendala-kendala itu menjadi cambuk sekaligus pemikiran bagian beliau dalam bertindak. Namun, kendala tersebut tidak menyurutkan beliau untuk tetap memberikan yang terbaik dalam pengabdiannya. Inilah beberapa kendala-kendala yang dihadapi drh. Farhi dengan kegiatan Farvisa Vet.
1. Kondisi Jalan yang Hancur
Temans jangan membayangkan tempat pengabdian drh. Fahri ini seperti dokter di kota yang memiliki klinik sendiri, ya. Akses jalan yang dilalui oleh drh. Fahri di desa ini tidak selancar seperti di kota. Jalan yang rusak atau hancur menjadi kendala tersendiri bagi drh. Fahri untuk sampai ke rumah penduduk. Hal itu tak menyurutkan niatnya untuk menolong penduduk yang membutuhkan bantuan. Bagi beliau tidak ada yang lebih membahagiakan selain menyembuhkan pasien (hewan ternak/peliharaan).
2. Wawasan Penduduk
Kendala lain adalah pemahaman penduduk tentang vaksin, pertolongan atau pengobatan pada hewan ternak atau peliharaan. Masyarakat tidak bisa membedakan antara dokter hewan dan mantri (perawat) hewan sehingga keberadaan drh. Fahri sering diabaikan. Itu terjadi di awal beliau mengabdikan diri, yaitu tahun 2015.
3. Tidak Sesuai Prinsip dari Beberapa Orang
Nah, seru nih! Saat beliau ingin benar-benar mengabdikan diri secara optimal dengan mencurahkan tenaga, waktu, bahkan uang sendiri untuk membantu penduduk, justru drh. Fahri banyak dicela oleh beberapa pihak. Biaya pengobatan yang diberikan oleh beliau yang seharusnya pembiayaannya mahal, tetapi drh. Fahri hanya dibayar dengan sesisir pisang. Namun, drh. Fahri tetap dengan sikapnya dan motto hidupnya.
"Mengobati hati manusia lewat kesehatan hewan kesayangannya."
Meskipun drh. Fahri harus mengeluarkan biaya, beliau tetap memberikan pertolongan. Ucapan rekannya yang lain tidak diindahkannya. Baginya, mau digratiskan obat yang diberikan kepada hewan peliharaan/ternak penduduk yang sakit, drh. Fahri tetap tak peduli. Toh, itu adalah wilayahnya, jadi mau digratiskan pun tak masalah. Saya setuju dengan sikap yang diambil beliau.
Suka Duka Pengabdian drh. Fahri
Pihak astra mengapresiasi pengabdian drh. Fahri yang berupa kerja keras, pemikiran, dan bantuan untuk masyarakat di wilayah transmigrasi dan dengan kondisi jalan yang sulit untuk diakses.
Pihak Astra merasa bahwa apa yang dilakukan oleh drh. Fahri berbeda dari kebanyakan dokter hewan di kota, klinik, dan lain-lain dengan biaya pengobatan yang mahal, sedangkan pembayaran untuk beliau hanya berupa hasil kebun saja. Saya pikir beliau memang pantas mendapatkan apresiasi seperti itu.
Ya, jika menginginkan harta kekayaan, menjadi dokter hewan seperti dirinya tidak akan membuat seorang kaya. Beliau berharap meskipun tidak kaya harta, tetapi apa yang dilakukannya akan menjadi amalannya kelak. Beliau hanya bisa membantu lewat keahlian, bukan harta yang dimiliki.
Ada satu kisah sedih yang beliau ceritakan kepada saya, yaitu tentang anak sapi (pedet) yang dikapak (dicelakai dengan memakai kapak) orang di lahan sawit. Kaki belakangnya nyaris putus. Beliau berusaha menyambungkannya kembali, dijahit, dan diobati. Dua minggu kemudian, anak sapi itu bisa jalan walaupun tidak normal (karena sudah cedera).
drh. Fahri senang melihat kondisi pasien (anak sapi) itu yang mulai berangsur membaik. Gara-gara kelalaian si pemilik dalam menjaga ternaknya, anak sapi itu tenggelam di kolam ikan dan mati.
Padahal pada proses penyembuhan itu, usaha yang telah drh. Fahri lakukan sudah semaksimal mungkin. Obat-obatan mahal dipakai semua. Rasa capek, waktu banyak terbuang. Ujung-ujungnya si ternak mati karena kelalaian peternaknya. Selain itu peternak tidak mau membayar pengganti obat bius yang dibelinya secara pribadi.
Yang membuat kecewa, dengan mudahnya si peternak berkata, "Percuma ada dokter hewan". Ah, rasanya enggak adil banget melihat kejadian yang dialami drh. Fahri, ya, Temans. Beliau sudah membantu, tetapi masih saja disalahkan.
Pesan dari drh. Fahri
Sebagai dokter hewan dan juga pecinta hewan. Dokter yang kelahiran 1989 ini memberikan petuah kepada saya yang juga memiliki hewan peliharaan di rumah. Penyakit bisa dicegah dengan pemberian vitamin dan obat cacing secara berkala, serta lebih utama vaksinasi untuk pencegahan penyakit.
"Mencegah lebih baik daripada mengobati. Rawat dan peliharalah ternak dan hewan kesayangan karena semua yang diciptakan akan bermanfaat di dunia dan di akhirat."
Drh. Fahri sendiri ingin melebarkan sayap, yaitu bisa menjangkau lokasi-lokasi yang lebih terpencil, khususnya di wilayah Musi Banyuasin, tapi kendala sarana dan prasarana tidak mumpuni. Apalagi daerah perkebunan yang jalannya ekstrim menyebabkan kendaraan tidak mampu melewatinya. Tetaplah berjuang drh. Fahri dan lakukan terus yang terbaik untuk kesehatan dan keselamatan hewan ternak dan peliharaan Indonesia.
Lanjutkan
BalasHapusSemoga ke depannya usaha drh. Fahri terus merambah ke luar desa juga, ya.
HapusLuar biasa Dokter Fahri. All Out dalam Profesi :) Membumi dalam Bermasyarakat. Sukses dan Sehat selalu
BalasHapusBetul, orang seperti ini yang semestinya banyak ya, pak/bu. Aamiin, sukses untuk kita semua.☺
Hapus